Cinta Karena Allah
Tidak di ragukan lagi,
tidak didapatkan pada diri para nabi dan para imam --- salam atas mereka semua ---
satu zarrah (secuil) pun hawa nafsu. Kalau ada, niscaya tidak ada jalan
bagi mereka menuju hadhrah (haribaan) Ilahi. Oleh karena itu,
barangsiapa yang ingin dekat pada haribaan tersebut, seyogyanya dia mengarahkan
diri dengan sepenuh hatinya kepada Tuhan semesta alam serta menganggap diri dan
segala yang dia miliki fana (lenya) di hadapan Allah SWT. Dengan ungkapan
lain, menjadikan seluruh perbuatannya untuk Allah:
Katakanlah,
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam.” (al-An’am:162)
Sesungguhnya peringkat
kedekatan (al-qurb) semua ahli iman sepadan dengan sebuah timbangan. Oleh
karena itu, setiap orang yang di dalam dirinya terdapat kecintaan kepada selain
Allah, maka sebenarnya dia sangat jauh dari Allah, sesuai kadarnya dalam
memandang anak-anak, harta, ketenaran, dan kekuasaannya.
Sungguh, yang
menjadikannya mulia adalah Allah. Karena itu, hendaknya dia ketahui bahwa tak
ada jalan baginya menuju haribaan ilahi. Sebagaimana disebutkan dalam ayat
al-Qur’an:
Katakanlah,
“Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu,
harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan
kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai
daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan –Nya, maka tunggulah
sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang fasik. (at-Taubah:24)
Artinya, jika
perkaranya demikian, maka tidak saja
dia terhalang dari kedekakatan (al-qurb) semata, bahkan dia akan
dikeluarkan dari hadhrah tersebut. Barangsiapa yang menganggap hartanya lebih
mulia baginya daripada Allah, maka nilainya adalah harta tersebut. Lantas,
bagaimana mungkin dia menemukan jalan menuju Allah? Sekiranya dia memiliki
seukuran cinta dunia yang menekannya saat meregang nyawanya, (maka) nilai
amalannya seukuran cinta itu, dan Allah Mahatahu berapa lama dia akan tinggal
di dalam barzakh atau kiamat hingga dia (kembali) suci.
Benar, selama manusia
belum meretas jalan dimana dia tidak menginginkan di dalamnya kecuali Allah dan
tak mencintai apapun selain-Nya selamanya, maka dia takkan beroleh kedekatan
sempurna di hadirat Ilahi.
Anda tentu sudah membaca
al-Qur’an. Karena itu, perhatikanlah ujian-ujian apa saja yang telah diberikan
kepada Ibrahim al-Khalil, hingga beliau sampai pada maqam kedekatan (al-qurb)
dan khillah (kecintaan). Sungguh Allah telah memberinya, dimasa tua
dan di akhir usianya, seorang anak. Namun, ketika si anak berada di puncak
kebaikan dan keindahan dari segi bentuk dan perangainya, Ibrahim diperintahkan
untuk menyembelih anaknya demi Allah1.
Semua itu untuk
mengujinya, “Apakah engkau lebih mencintai Ismail ataukah Tuhan Ismail? Apakah kecintaanmu
pada Ismail dikarenakan dia adalah anakmu ataukah karena Tuhan Ismail? Apakah engkau
melihat keindahan Ismail atau Keindahan Yang Mutlak, yang dari-Nya keindahan
Ismail (berasal)?”
Sungguh beliau sukses
dalam ujian itu2. Lantaran anda sekalian telah mendengar kisah ini,
tentu kita tak perlu memerincinya lagi.
Mengapa manusia lebih
mengutamakan anak laki-laki ketimbang anak perempuan? Sebab, mereka mengatakan
bahwa anak laki-laki bermanfaat bagi mereka di masa tua mereka. Ini adalah
dalil atas rusaknya hati dengan sedikitnya kecintaan kepada Allah. Karenanya,
mereka menginginkan anak laki-laki bagi dirinya sendiri, bukan untuk Allah.
1Ibrahim
berkata, “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu....” (al-Shaffat:102)
2Dan kami
tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (al-Shaffat:107)
Sumber : Sejarah Fatimah Az-Zahra
Karya : Prof. Dasteghib
0 on: "CINTA KARENA ALLAH"